Sebuah adagium klasik, namun tetap relevan untuk dikaji maknanya, menyatakan: apabila guru kencing berdiri, maka murid kencing berlari. Adagium sederhana bernada sinis ini, ternyata punya makna yang mendalam, sebab merangsang kajitilik untuk lahir dan tumbuhnya keyakinan, betapa guru menempati posisi yang amat penting bagi kemaslahatan murid-muridnya.
Dalam kapasitas: guru sebagai (1) pekerja profesional dengan fungsi mendidik, mengajar dan melati; (2) pekerja kemanusiaan dengan fungsi dapat merealisasikan seluruh kemampuan yang dimiliki; serta (3) sebagai petugas kemasyarakatan dengan fungsi mengajar dan mendidik masyarakat untuk menjadi warga Negara yang baik, jelas dituntut pemilikan kapasitas diri yang memadai. Kapasitas diri ini berupa adanya kepemilikan-kepemilikan kemampuan teknis serta prosedur kerja sebagai ahli, maupun adanya keikhlasan berlandaskan panggilan nurani untuk melayani orang lain, yang oleh Raka Joni (1989) dinyatakan sebagai ketanggapan yang dilandasi kearifan demi kemaslahatan bagi orang lain.
Menyambung uraian di atas, secara khusus berikut ini akan ditunjukkan beberapa landasan huokum yang mendasari bahwa jabatan guru sebagai satu jabatan profesi. Dengan ditetapkannya UU RI No. 2 Th 1989 tentang system pendidikan nasional, dengan beberapa aturan pelaksanaanya, terutama dalam bentuk peraturan pemerintah (seperti PP No. 27, 28, 29, 30, 31) menunjukkan upaya pendidikan di Indonesia telah memiliki landasan hukum yang cukup kuat, karena produk hukum tersebut, telah memberikan dasar/alasan pemikiran dan sekaligus memberikan rujukan mengenai pokok-pokok pemecahan masalah yang berkenaan dengan upaya pelaksanaan pendidikan di Indonesia.
Pada bab I pasal 27 ayat 1 menegaskan bahwa tenaga kependidikan mempunyai tugas: “……untuk menyelenggarakan kegiatan belajar, melatih, menelitih, mengembangkan, mengelolah dan/atau member pelayanan teknis dalam bidang pendidikan” sedangkan ayat 2 memberikan rincian tentang jenis tenaga kependidikan sebagai berikut: “tenaga kependidikan meliputi tenaga pendidik, pengelolah satuan pendidikan, penilik pengawas, peneliti, dan mengemban dibidang pendidikan, pustakawan, laboran, dan teknisi sumber belajar. Mengenai tenaga pendidik, pasal 1 ayat 8 menjelaskan bahwa “tenaga pendidik adalah anggota masyarakat yang bertugas membimbing, mengajar dan/atau melatih peserta didik” sedangkan tenag pengajar pada pasal 27 ayat 3 diartikan sebagai “…..tenaga pendidik yang khusus diangkat dengan tugas untuk mengajar, yang pada jenjang pendidikan dasar dan menengah disebut guru dan pada jenjang pendidikan tinggi disebut dosen”. Dengan demikian berarti kedalam kategori tenaga pendidik itu termasuk pengajar (guru dan dosen), pembimbing (dewasa ini disebut guru pembimbing) dan pelatih.
Mengenai jenjang jabatan guru yang selaras tentang kepangkatan diatur dalam surat edaran bersama menteri pendidikan dan kebudayaan dan kepala badan administrasi kepegawaian Negara No 57686/MPK/1989, No 38/SE/1989 yaitu pada pokok 2 bagian 2 yang menyatakan jenjang jabatan guru sebagai berikut. Guru pertama, guru pertama tinkgat I, Guru mudah, Guru mudah tingkat I, Guru madya, Guru madya tingkat I, Guru dewasa, Guru dewasa tingkat I, Guru Pembina, guru Pembina tingkat I, guru utama mudah, guru utama madya, guru utama.
Tanpa ada maksud untuk mengingkari bahwa mutu untuk kerja profesional, yang penuh pada dasarnya adalah sesuatu yang terus berkembang, sehingga pertumbuhan dalam jabatan juga merupakan salah satu ciri khas keprofesionalan, nampaknya dalam satu system yang ideal harus minimal adanya tiga lapisan tenaga profesional. T. Raka Joni (1992) mengklarifikasikan hal itu sebagai berikut: pertama adalah tenaga pemula yaitu praktisi yang baru berkecimpung sekitar 1-3 tahun di dalam pekerjaannya, yang kedua adalah tenaga menengah yaitu praktisi yang sudah cukup tinggi mutu unjuk kerjanya, sehingga penyelenggaraan layanan pendidikan secara rutin berlangsung efisien dan efektif, dan yang ketiga adalah praktisi pangkat adalah praktisi pakar yang karena, pengalaman serta pendidikan tambahannya, selain untuk pengoperasian system juga telah memiliki visi serta komitmen disamping kemampuan untuk berpartisipasi aktif didalam pengembangan system, baik dari segi peningkatan teknis maupun dari sudut pengkajian kritikal.
Dalam rangka profesi tenaga kependidikan, ada satu jabatan fungsional lagi yang disebut widyaiswara yaitu tenaga kependidikan yang berfungsi sebagai guru dan bekerja pada pusat pendidikan dan pelatihan diberbagai department dan unit kerja di luar lembaga sekolah dan lembaga pendidikan luar sekolah. Mengenai jenjang jabatannya diatur dalam Keputusan Presiden RI No. 49 th 1989 (khusunya pasal 1 ayat 2).
sumber :
makalah etika profesi guru
Kamis, 04 November 2010
Kajian tentang Profesi Guru
Posted by Unknown
07.34, under etika profesi guru |